Jumat, 24 Januari 2014

Pengantar Lingkungan Bulan ke-2 Part 1


1 dari 3 Anak Indonesia Pendek


Ratusan warga mendaftarkan anaknya saat pemberian imunisasi Campak dan Polio secara gratis di Gedung Wanita BKOW terhadap warga di kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (18/10). Kampanye Imunisasi Tambahan Campak dan Polio tahap ketiga akan digelar di 17 provinsi di Indonesia mulai dari 18 Oktober hingga 18 November di pos pelayanan imunisasi yang tersebar di posyandu dan puskesmas. TEMPO/Eko Siswono Toyudho


TEMPO.CO, Jakarta - Kemiskinan menjadi pemicu terjadinya tubuh pendek dan terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak balita. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan data Unicef pada 2010 menyebutkan angka 7,8 juta anak Indonesia mengalaminya.

Prof. Ali Khomsan, Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor mengungkapkan dalam presentasinya di acara Posyandu Peduli TAT (Tumbuh Aktif Tanggap) dan Dancow Batita, belum lama ini.

Menurut Ali, data Riskesdas dan Unicef pada 2010 menyebutkan, satu dari tiga balita memiliki ukuran badan lebih pendek dari yang diharapkan. Tubuh pendek ini terjadi karena kemiskinan.

Di Indonesia bagian timur, banyak terjadi kasus anak memiliki pertumbuhan terhambat. Misalnya, 30,9 persen balita di Nusa Tenggara Timur sangat pendek, dan 27,5 persen pendek. Dan di Maluku, sebanyak 16,5 persen balitanya masuk dalam kategori sangat pendek, dan 21 persen, pendek.

Penyumbang besar masalah tubuh pendek selain kemiskinan, sedangkan faktor budaya dan pengetahuan orangtua tentang gizi pengaruhnya kecil. “Anak yang bertubuh pendek, menurut penelitian memiliki kemampuan membaca terhambat saat memasuki usia sekolah,” kata Ali.

Tubuh pendek mulai kelihatan ketika balita mulai diperkenalkan makanan pendamping. Selain faktor gizi dan makanan, masalah genetik dan heriditas berpengaruh pada tubuh pendek. “Meski, dari hasil penelitian, persoalan gen bagi bangsa-bangsa berkembang, seperti Indonesia, pengaruhnya kecil dibanding persoalan lingkungan, yakni, kebutuhan makanan,” katanya.

Dari delapan tujuan MDGs (Millenium Development Goals) adalah, menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mengurangi kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu, berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan. “Masalah gizi di Indonesia bagaikan gunung es. Yang terlihat sedikit tapi es di bawahnya besar, memiliki masalah kompleks,” ungkap Ali.

Beberapa cara dilakukan untuk membuat intervensi 1000 hari periode emas usia anak, tata laksana balita yang mengalami gizi buruk, dan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui gerakan nasional sadar gizi.

Dalam hal ini menggerakkan para kader Posyandu yang sebagian besar anggotanya ibu rumah tangga yang diberi pelatihan melalui sosialisasi tiga tanda TAT (Tumbuh Aktif Tanggap). Gerakan Posyandu TAT ini diadakan di 56 kota yang tersebar 14 provinsi di Indonesia.

EVIETA FADJAR

Sumber referensi : 1 dari 3 Anak Indonesia Pendek

Tidak ada komentar :

Posting Komentar